Selasa, 14 Februari 2012

MENAGIH JANJI, SUMPAH PEMUDA


Tepat 83 tahun momentum sumpah pemuda diperingati dan disambut dengan berbagai reaksi. Bebarapa kalangan memperingati hari sumpah pemuda dengan melakukan aksi demonstrasi diberbagai tempat instansi pemerintah dengan tuntutan-tuntutan yang sama setiap tahunnya, yaitu perbaikan kondisi rakyat.
Disisi lain ada yang memperingati momentum sumpah pemuda dengan menyelenggarakan seminar kepemudaan,atau dengan menggelar acara konser musik dan acara kesenian lainnya dengan tema kebangkitan pemuda indonesia. Hal miris yang kita saksikan adalah, konser musik lebih diminati para kaum muda dibanding melakukan aksi demonstrasi. Walaupun sebenarnya hal itu tidak salah sama sekali, toh pada dasarnya pemuda adalah kaum kreatif.
Yang mesti kita renungkan saat ini adalah bagaimanakah seharusnya kaum muda memperingati hari sumpah pemuda? Apakah sekedar aksi demonstrai dijalan, membawa ratusan masa, mengutuk pemerintah dengan data dan fakta yang ada tapi setelah itu selesai tanpa ada efek nyata dan tahun-tahun berikutnya mereka akan melakukan kegiatan serupa dan terus dilakukannya sepanjang tahun atau pemuda lebih mengembangkan sisi kreatifitasnya, memberikan kontribusi dengan cara yang lain yaitu melalui kreatifitas seni?.
Terlepas dari itu semua, saya sangat mengapresiasi sekali sekelompok pemuda yang masih sadar akan jiwa semangat mudanya, setidaknya setiap tahun dia tidak lupa akan acara tahunannya untuk memperingati hari sumpah pemuda. Akan tetapi kelompok-kelompok pemuda yang seperti itu, nampaknya sudah sangat jarang sekali. Mayoritas anak muda saat ini, sibuk dengan urusan pribadinya. Sedikit anak muda yang terjun dalam kegiatan-kegiatan sosial, jarang aktif berorganisasi, sibuk mencari pekerjaan, dan mahasiswa dipusingkan dengan mengejar IPK tinggi, padahal IPK tinggi sekedar mengantarnya untuk melakukan proses wawancara kerja. Setelah itu, sibuk dengan dunia kerjanya sebagai karyawan. Padahal sama-sama kita fahami, sebaik-baik pemuda adalah pemuda yang bermanfaat bagi orang lain, bukan hanya bermanfaat bagi diri-sendiri atau sebatas keluarganya. Mahasiswa atau pemuda sesungguhnya memiliki peran yang luas dari sekedar itu. Marilah kita fahami baik-baik peran kita sebagi pemuda. Saya katakan kepada anda wahai anak muda, potensi kita sesungguhnya sangat besar.
Sejarah telah mencatat bahwa anak muda dengan kiprahnya memberikan pengaruh besar bagi kemerdekaan indonesia, tentu kita ingat dengan peristiwa rengasdengklok yang saat itu pemuda mendesak golongan tua untuk segera melakukan deklarasi kemerdekaan, dan pemuda berhasil mendesak golongan tua dan merdekalah indonesia dari penjajahan asing. Kemudian pada era orde baru pemuda mampu menumbangkan rezim soeharto dan mengahantarkan indonesia pada era baru yaitu era reformasi. Semua itu tidak lepas dari peran pemuda.
Saya disini mengajak kepada anda para pemuda, marilah kita kembali pada hakikat kita sebagai pemuda. Pemuda sebagai unsur perubahan, pemuda sebagai generasi yang kuat dan pemuda sebagai penjaga moralitas bangsa. Soekarno pernah berkata, berikan aku sepuluh pemuda maka akan ku guncang dunia. Kita menanti sepuluh pemuda itu, dan saya berharap anda dan saya pemuda yang dinantikan untuk memberikan kontribusi yang nyata untuk memperbaiki kondisi bangsa yang semakin terpuruk.
Kita boleh saja memperingati sumpah pemuda dengan cara apapun, mau itu dengan konser musik, aksi demonstrasi, atau dengan mengadakan seminar kepemudaan. Apapun itu, mestilah kembali pada esensi diperingatinya sumpah pemuda. Esensi dari sumpah pemuda, adalah persatuan dan cinta tanah air. Pemuda harus bersatu untuk bersama-sama membangun negeri. Jika dulu pemuda berjuang untuk menyatukan ribuan pulau menjadi satu indonesia, pemuda saat ini harus bias menjaga keutuhan indonesia dan menjaga martabat dari Negara-negara lain.
Sering kali kita menyaksikan, Negara kita dihina Negara lain. Tentu kita ingat betul bagaimana Malaysia mengambil pualu-pulau luar indonesia, dan mengkalim budaya kita sebagai budaya bangsanya. atau ketika para TKI disiksa secara kejam ditempat dia bekerja, dan pemimpin-pemimpin Negara seolah tidak mampu menyelamatkan mereka para pahlawan devisa, dan hasilnya ibu sumiyati pulang dengan kepala terpenggal. Ironis!!
Delapan pulih tiga tahun sudah berlalu, sejak anak-anak muda dari berbagai daerah berkumpul bersatu dan mengikrarkan sumpahnya. Dan 83 kali sudah sumpah itu diucapkan setiap tahunnya oleh para pemuda yang masih ingat dan melangsungkan ceremonial hari sumpah pemuda. Setiap sumpah akan ditagih dan harus dipertanggung jawabkan, dan indonesia menagih sumpah yang telah kita ucapkan. Ayo pemuda, kita berkontribusi nyata untuk memperbaiki Negara kita tercinta indonesia, dengan cara apapun semampu yang bisa kita lakukan.  Buat indonesia tersenyum kawan! –d

KAMMI


        Seperti ingin mengisi kekosongan peran 'parelemen jalanan' yang ditinggalkan sejumlah ormas
pemuda Islam itu, maka akhir Maret (29/3) lalu sekitar dua ratus pimpinan aktivis lembaga da'wah kampus (LDK) se-Indonesia seusai mengikuti Forum Silaturahmi LDK ke-10 di Universiatas Malang, mencetuskan "Deklarasi Malang" sebagai tanda kelahiran Kesatuan Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Keesokan harinya, ketua KAMMI Fahri Hamzah mengadakan jumpa pers di Mesjid Arief Rahman Hakim
Jakarta, menyampaikan lima halaman "Pandangan Umum KAMMI atas Berbagai Persoalan Bangsa Indonesia".

Rumusan yang cukup komprehensif tentang reformasi sempat membuat sebagian wartawan yang hadir heran
dan curiga, ini merupakan hasil rekayasa kelompok tertentu. "Bagaimana bisa suatu organisasi berumur
sehari mengeluarkan sikap politik yang demikian solid dan merangkum 60 LDK," tanya seorang wartawan,
seperti ditirukan kata sekertaris umum KAMMI Haryo Setyoko. 

Haryo dapat memaklumi kecurigaan itu, karena jarang yang mengetahui proses panjang 20 tahun perjalanan LDK selama ini. "KAMMI beranggotakan individu-individu yang punya basis kultur religius, yang selama 20 aktivitasnya di LDK terus terjadi pengutan-penguatan visi keagamaan dan juga politik," jelas Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UGM ini kepada Sahid saat ditemui di Kampus Bulak Sumur, Yogyakarta.
Ada juga ynag mempertanyakan kelambatan mereka berkiprah ketimbang gerakan kelompok lain sebe-
lumnya. Bahkan ada yang menganggap aksi KAMMI ini sekedar latah mengikuti arus. 

Terhadap suaru miring tersebut Fahri menjawab ringan,"Tidak ada masalah bagi kami jika dikatakan ikut-ikutan, karena bagi kami, dalam Islam justru dihargai bila mengikuti perbuatan baik, seperti halnya kita ikut shalat bersamaan jamaah yang sedang shalat.
Gebrakan pertama KAMMI berlangsung wal bulan (10/4) dihalaman Mesjid Al-Azhar Jakarta. Begitu selesai shalat Jum'at, sekirat 20 ribu mahasiswa-mahaiswi, pelajar, buruh, pedagang hingga ibu-ibu rumah tangga berduyun-duyun mengikuti Rapat Akbar Mahasiswa dan Rakyat yang berlangsung tertib dan damai.
Selain Fahri Hamzah dan Rama Pratama, dari UI, tampil pula para utusan dari berbagai perguruan tinggi se-Jawa dan Sumatera sebagai pembicara di atas mimbar, antara lain IAIN Syahid, UGM, Unila, Unair, Unibraw, IPB dan ITB. 

Uniknya masing-masing berbicara tentang reformasi dengan topik yang berbeda. Ada yang khusus menyorot reformasi hukum, politik, ekonomi serta moral dan budaya. Sepanjang aksi, kerap terdengar pekik takbir dari khalayak, menyahuti orasi dari pembicara. 

Meski gerakan mereka berprinsip anti kekerasan, pembicara yang tampil juga mengecam keras tindakan represif yang dilakukan aparat keamanan terhadap aksi mahasiswa. "KAMMI meminta teman-teman mahasiswa dikembalikan," tuntut Fahri. 

Lucunya ketika Fahri berteriak "Hidup ABRI!" sejumlah aparat berseragam yang mengawasi aksi tersebut menyambut teriakan itu penuh antusias dengan kedua tangan mengacu terkepal, tetapi sejurus kemudian jadi salah tingkah ketika mengetahui tingkahnya jadi tontonan massa. 

Aksi keprihatinan tersebut ditutup dengan do'a yang dibacakan utusan mahasiswa Universitas Islam As-Syafiiyah Jakarta, diiringi tangis haru sejumlah peserta dan rintik hujan sore hari. 

Beberapa hari sesudah itu KAMMI langsung menggelar aksi yang hampir sama di Masjid Kampus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang yang menyedot massa tidak kalah banyak. Bahkan ketika digelar di kampus Universitas Diponegoro (Undip) akhir April (25/4), puluhan ribu mahasiswa se_Jateng dan DI Yogyakarta menjadikan Kampus Pleburan Semarang itu lautan jilbab dan ikat kepala hijau. Tidak lupa sebelum acara dimulai, digemakan takbir dan shalawat Badr. 

Menurut rencana, Pengurus KAMMI akan terus menggelar aksi serupa diberbagai kota. Selain berupa rapat akbar, aksi berikutnya juga akan diselingi dengan bentuk seminar, diskusi dan dialog, termasuk dengan media asing. "Agar tidak terjadi kesalahpahaman lagi dari mereka, dengan menyebut KAMMI sebagai kekuatan fundamentalis," jelas Fahri. 

Dari beberapa aksi unjuk rasa yang diamati Sahid, pada rapat akbar yang digelar KAMMI di Masjid Al-Azhar tempo hari, nampak ada upaya membangun karakter massa yang elegan, berakhlak dan tenang tapi tajam dan keras. 

Menurut Haryo, hal tersebut sudah menjadi kultur dakwah LDK yang merupakan cikal bakal KAMMI, yakni bila berhujjah harus tepat dan tegas tetapi tetap santun. "Karena demikianlah Rasulullah mencontohkan garis perjuangannya," jelasnya. 

Bagi KAMMI, reformasi ekonomi, politik harus dilandasi reformasi moral atau akhlak yang kuat. Makanya itu mereka tidak terlalu ngotot menyuarakan pergantian rezim perorangan. "Yang penting reformasi moral, poitik, ekonomi dan hukum. Sehingga jika semua itu menuntuk pergantian orang yang berkuasa, maka akan terjadi dengan sendirinya. Tanpa itu bisa saja orangnya diganti tetapi sistem yang rusak jalan terus," tandas Haryo. 

Kiri dan Kanan
Kepada Sahid, Dr M Amien Rais, menyatakan dukungannya kepada aksi yang dilakukan KAMMI. "Di kampus atau di Mesjid, asalkan demi kebaikan semua maka saya dukung." Namun, seperti dikatakan kepada Gatra, Amien Rais menolak mengatakan aksi-aksi itu berwarna 'hijau'. "Itu tak benar. Semua orang, kalau dadanya dibelah pasti merah putih. Saya kira tak bertanggung jawab di kampus ada merah, putih, hijau dan seterusnya," tegas Ketua Umum PP Muhamaddiyah ini. 

Penegasan Amien agaknya berseberangan dengan pemetaan yang dibuat Fadli Zon, Direktur eksekutif Institut for Policy Studies (IPS). Politikus muda ini meyakini, hingga kini gerakan mahasiswa masih tersekat oleh tiga warna utama, yakni hijau (Islam), merah (kekiri-kirian) dan independen. 

Menurut Fadli, dalam aksi kerap ada gabungan antara merah-independen atau hijau independen. "Tapi kelompok hijau hampir tidak pernah berkoalisi dengan kelompok merah," kata alumnus Jurusan Sastra Rusia UI ini kepada Gatra. 

Penegasan ketua SM Unmuh Malang, Julio T Pinto menguatkan pendapat Fadli bahwa ideologi gerakan antar kelompok mahasiswa masih menjadi hal yang prinsip bagi banyak kalangan. "Aksi mahasiwa memang telah berlangsung lama tetapi baru kali ini saya mau berpidato, karena baru pada demo yang diselenggarakan KAMMI ini jelas arah perjuangannya. Sedangkan yang lainnya tidak jelas, meski sama-sama menyuarakan reformasi," tegasnya. 

Muhammad Yulianto, Ketua Umum Badko HMI Wilayah jawa bagian Tengah juga tidak menampik adanya sekat demikian. "Itu suatu hal yang wajar dan merupakan dinamika yang khas pergerakan mahasiswa."
Menurutnya kelompok kiri bisasaya menginginkan perubahan masyarakat menjadi egaliter secara cepat dan tidak ada nuansa agama dalam gerakan-gerakannya. Meski begitu mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UNS ini berharap, perbedaan ideologi itu tidak menjadi sesuatu yang saling melemahkan atau memecahkan solidaritas mahasiswa. 

Yang senada dengan Amien adalah Prof Zainuddin Taha, Guru besar Universtas Hasanuddin (Unhas) ini juga melihat corak pergerakan setiap kampus cenderung sama. "Jadi sulit menilai apakah didominasi oleh golongan agama ataukah sosialis. Yang nampak justru persinggungan kepentingan, sehingga sulit dipisahkan secara dikotomis."
Dari kalangan mahasiswa juga ada aspirasi serupa, seperti dilontarkan Rama Pratama dan Ridwan rasyid Baswedan, ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 
Mantan Ketua Kesatuan Aksi Pemuda dan pelajar Indonesia (KAPPI) HM Husni Thamrin dan Ketua Harian Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) Ahmad Soemargono termasuk yang menyambut baik kiprah KAMMI. Namun keduanya berharap, dalam langkah selanjutnya KAMMI tidak berjalan sendirian dalam menjalankan aksi-aksinya. "Agar gerakan mereka dapat lebih kuat, mereka perlu melakukan kerja sama atau aliansi dengan kelompok lain (termasuk kelompok independen, red)," harap Husni. 

Nampaknya yang paling 'galak' diantara mereka adalah LMMY (Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta), yakni aliansi mahasiswa-mahasiswa yang aktif berbagai gerakan mahasiswa ekstra kampus seperti HMI, PII dan sebagainya. Seperti diungkapkan Republika, aksi turun kejalan yang mereka seenggarakan menjadi aksi paling berdarah dari berbagai aksi mahasiswa Yogya. Akibat bentrokan dengan aparat, 12 orang cidera dan 14 orang dikabarkan hilang atau tertangkap. 

Basis Mesjid dan Kampus
Hingga akhir April lalu, aparat keamanan tetap tidak mengijinkan aksi mahasiswa tuturn ke jalan. Hampir setiap aksi unjuk rasa, ratusan pasukan anti huru-hara senantiasa bersiap dimulut gerbang kampus, menghadap setiap usaha mahasiswa melakukan long march, walau hanya beberapa ratus meter. 

Namun dari semua itu, yang paling leluasa bergerak diluar kampus hanya aksi massa yang diselenggarakan KAMMI. Kalaupun pasukan keamanan hadir dalam acara mereka, yang dilakukan tidak lebih sekedar memantau. 

Menanggapi hal ini, Eep Saefulloh fatah melihat ada dua variabel besar yang bertemu dalam KAMMI, yakni kampus dan mesjid. Kampus merupakan ruang yang relatif aman untuk bergerak ditengan kokohnya negara. Sedangkan Masjid adalah simbol primordial yang kini memperoleh ruang yang sama amannya dengan kampus. "Saat ini Masjid merupakan suatu tempat dimana kalangan Islam sedang diberi ruang untuk berpolitik," katanya. Menurutnya, KAMMI berhasil memanfaatkan dua variabel itu dengan baik. "Mereka muncul dari basis kampus dan bergerak ke Masjid". 

Karenanya ia memandang KAMMI berpotensi menjadi kekuatan yang diperhitungkan. "KAMMI memilki massa yang besar dean berkemampuan membangun jaringan kekuatan yag luas di luar kampus," ramal Eep.
Namun optimisme ini perlu menyertakan antisipasi yang matang. Karena seperti ditengarai Husni Thamrin, ruang aman itu sangat bernilai nisbi, tergantung bandul kekuasaan yang sedang diayun penguasa, sedang dicondongkan kearah mana. 

Masjid kini menjadi ruang yang aman. Tapi jangan segera lupa pada sejarah; sekian tahun silam, justru dari masjid pula pernah terjadi insiden berdarah.

Kamis, 09 Februari 2012

Berbahagialah...Allah mencintai kita

Pernahkah kita berfikir bahwa sebenarnya Allah mencintai kita? Pertanyaan sederhana ini jarang terlintas dalam hati kita. Rutinitas kerja sehari-hari yang selalu padat dengan berbagai acara, sering melupakan kita untuk berfikir kesana. Hidup yang kita jalani dengan kesibukan rutin dari itu ke itu dan selalu susul menyusul setiap hari seakan memberikan pada kita pola hidup yang sudah berlalu begitu saja.

Bahwasanya ada sebentuk karunia yang dihamparkan Allah kepada seluruh makhluknya tanpa membedakan kedudukan keimanannya. Inilah sifat Ar-Rahmaan Allah. Dengan sifat Rahman seluruh makhluk mendapatkan karunia. Termasuk kepada manusia, apakah mereka itu mau beriman dan tha'at (taat) kepada aturan Allah (al-Islam), atau mereka yang kafir dan berpaling dari al-Islam, semua diberi karunia oleh Allah dengan rizqi, harta-benda, anak, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan tidak menutup kemungkinan orang kafir akan mendapatkan dunianya lebih banyak daripada orang yang beriman. Ini berjalan sesuai dengan sunnatullah, tergantung usaha masing-masing.

Selanjutnya ada bentuk cinta lain yang khusus diberikan kepada hamba yang beriman saja yaitu sifat Ar-Rahiim. Dengan sifat Rahiim-Nya, hanya orang yang beriman dan taat sajalah yang dicintai Allah dan di akhirah kelak diberi jannah. Sedang orang yang tidak mau Islam, mereka tergolong orang-orang kafir atau musyrik yang akan tinggal di naar (neraka) dalam keadaan hina.

Dengan demikian kita tidak perlu khawatir kekurangan rizqi. Selagi kita mau berusaha yakinlah bahwa Allah akan memberikan karunianya. Allah yang memberi hidup, Dia jugalah yang memberi kemampuan untuk melangsungkan kehidupannya. Binatang saja dijamin rizqinya, apalagi manusia yang notabene diberi akal dan pikiran. Perhatikan firman Allah dalam surah Hud ayat 6, yang artinya:

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz)."

Yang harus kita khawatir kalau al-Islam sampai terlepas dari kita. Berarti kita tidak mendapatkan RahimNya, tidak termasuk orang yang dicintai Allah. Na'udzubillahi min dzalik. Perhatikan hadits berikut:

Dari Abdullah bin Mas'ud berkata, bersabda Rasulullah saw (artinya): "Sesungguhnya Allah membagi diantara kalian akan akhlaq kalian sebagaimana membagi diantara kalian akan rizqi kalian. Maka sesungguhnya Allah Yang Maha Gagah dan Maha Tinggi memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan tidak Dia cintai, akan tetapi Dia tidak memberikan agama ini (al-Islam), kecuali kepada orang yang Dia cintai. Maka barangsiapa yang Allah berikan padanya agama maka sungguh Allah mencintainya."
(diriwayatkan Imam Ahmad, juz 1 no. 3490)

Allah tunjukkan kecintaannya kepada kita dengan:
- diimankannya hati kita kepada Allah dan Rasul-Nya
- diyakinkannya kita pada kebenaran Al Qur'an
- dimaukannya kita memilih Al Islam sebagai diin (way of life).

Jelas bagi kita bahwa orang yang dicintai Allah bukankah dia yang diberi harta kekayaan, anak cucu yang banyak, jabatan yang tinggi, akan tetapi yang diberikan kefahaman kepada al-Islam, dan tentunya diberikan kemauan serta kemampuan untuk menjalankannya.

Oleh karenanya, mari kita kokohkan kembali ikrar kita: "Rodhitu billahi robba wa bil Islaami diina wa bi Muhammadin Nabiyyau wa rasuula." (Aku ridha Allah Rabb-ku dan Islam jalan hidupku dan Muhammad Nabi dan RasulNya)

Bersama ikrar ini, mari kita langkahkan kaki di atas rel syari'atNya dengan ikhlas, shabar dan mengharap keridhaan Allah untuk mengantar kita pada akhir cita mulia yaitu: Jannatun na'iim.

Insya Allah.

Ciri-Ciri Muslim Sejati

1. Atsbatuhum mauqiifan (tsabat sikapnya)

Tsabat adalah nafas rijalul haq sepanjang zaman. Ia adalah nafas Al Khalil Ibrahim as yang selalu sehat berenergi bahkan ketika menghadapi gunungan kayu yang akan melahapnya, Bilal yang tegar ditindih batu, Sumayyah martir syahidah muslimah, dan sahabat yang lain.

”Orang-orang yang tsabat harus bersabar atas anggapan bahwa perjuangan mereka dibayar, cita-cita mereka disetir, dan tujuan mereka dunia, sehingga semua tak ada yang tabu. Sogok, suap, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, fitnah, pemutarbalikan fitnah mereka halalkan, tak peduli bendera apapun yang mereka kibarkan : demokrasi, kekyaian ataupun HAM. .. Maka diperlukan ketsabatan untuk sampai pada saatnya masyarakat memahami kiprah da’i yang sesungguhnya, jauh dari prasangka mereka yang selama ini terbangun oleh kerusakan perilaku da’wah oleh sebagian kalangan.” (Untukmu Kader Dakwah, Rahmat Abdullah)


Tsabat artinya memiliki kekokohan sikap dan keteguhan prinsip, amanah, dan profesional dalam segala hal. Tidak menggadaikan prinsip dengan materi, tidak menukar keyakinan dengan jabatan. Bekerjalah dan berkaryalah dengan keyakinan sikap dan prinsip untuk membuktikan janji, meneguhkan komitmen untuk meraih taqwa.

Yakinlah dengan jaminan Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”” (QS Fushshilat 41:30)

2. Arhabuhum shadran (lapang dadanya)

Sikap paling menonjol dari Nabi saw adalah lapang dada, selalu ridha, optimis, berpikir positif, tidak mempersulit diri dan orang lain, memudahkan,menggembirakan, menebar kebaikan dan senyuman. Teladanilah Rasulullah, untuk mendidik diri agar lebih rahmat, penuh kelembutan dan berlimpah kasih sayangterhadap siapa saja. Itulah keshalihan sosial yang kekuatannya luar biasa.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka..” (QS Al Imran 3:159)

3. A’maquhum fikran (dalam pemikirannya)

4. Ausa’uhum nazharan (luas cara pandangnya)

Point ke tiga dan ke empat ini digabungkan dalam satu frase: spesialis dan berwawasan global. Dengan spesialisasi, diharapkan fokus pada keahlian atau keterampilan tertentu, sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Dan dengan berwawasan global, diharapkan tidak berpikiran sempit dan ‘terkotak-kotak’ pada bidang tertentu, sehingga melupakan kepaduan pemahaman terhadap ilmu dan pengembangan dunia kontemporer. Hal ini dicontohkan oleh pribadi para ilmuwan Islam masa lalu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Biruni, dan lain-lain. Mereka adalah spesialis pada bidang-bidang tertentu, tetapi memiliki wawasan global terhadap perkembangan dunia di masanya.

”Belajarlah menggabungkan antara pengetahuan yang komprehensif, bersifat lintas disiplin dan generalis dengan penguasaan yang tuntas terhadap satu bidang ilmu sebagai spesialisasinya. Dengan begitu, sebagai seorang dai, Anda senantiasa berbicara dengan isi yang luas dan dalam, integral dan tajam, berbobot dan terasa penuh.” ( Anis Matta)

5. Ansyatuhum ‘amalan (rajin amal-amalnya)

“Sesungguhnya amal yang dicintai Allah adakah yang berkelanjutan, meski itu sedikit.”

Adalah bukan perkara mudah untuk istiqomah dalam amal ibadah, tapi mungkin dan bisa, asalkan kita membiasakan. At first we make habbit, at last habbit make you. Keseriusan, ketekunan dan kerja keras itulah yang mengantarkan seseorang pada derajat mulia, seperti ketekunan Bilal bin Rabbah yang menjaga dengan istiqomah kondisi suci dengan wudhu dan sholat 2 rakaat setelahnya yang berbuah surga.

6. Aslabuhum tanzhiman (solid penataan organisasinya)

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS Ash Shaff 61:4)

”Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat organisasi. Semua aktivitas manusia dilakukan di dalam dan melalui organisasi; pemerintahan, politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan, rumah tangga, hiburan, dan lain-lain. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan, mengapa masyarakat modern menjadi sangat efektif, efisien, dan produktif.

Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan mengisi keterbatasan mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada individu-individu yang lain.” ( Anis Matta)

Bagaimanapun, kata Imam Ali bin Abi Thalib r.a “Kebenaran yang tak terorganisir akan terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”. Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri, tanpa organisasi, dan kalau ada, biasanya tanpa manajemen. Seorang penumpang bis kalah ’sukses’ dengan ‘jamaah’ penjambret.

Copet-copet bisa ’sukses’ karena organisasinya solid, jibakunya luar biasa. Jaringan narkoba ’sukses’ karena ketaatan dan kedisiplinan menjaga ’amanah’ jaringan mereka. Maka bila mereka bisa bersatu dalam dosa dan kejahatan, apatah lagi yang berjuang di jalan Allah, harus lebih rapi dan solid lagi dalam penaatan organisasi.

7. Aktsaruhum naf’an (banyak manfaatnya)

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”(HR. Tirmidzi)

Raihlah bahagia dengan berkiprah, ringan membantu sesama dan senang membahagiakan orang. Jadilah pribadi andal layaknya bibit yang baik. Bibit yang baik, kata Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam “Mudzakirat Da’wah wa Ad Da’iyah”, di manapun ia ditanam akan menumbuhkan pohon yang baik pula. Itulah sebaik-baik manusia, shalih linafsihi hingga naafi’un lighairihi.

”Perumpamaan mukmin itu seperti lebah. Ia hinggap di tempat yang baik dan memakan yang baik, tetapi tidak merusak.” (HR. Thabrany)

“Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti sebatang pohon kurma. Apapun yang kamu ambil darinya akan memberikan manfaat kepadamu.” (HR. Ath-Thabrani)

Milikilah Allah dengan selalu dekat dengan-Nya. Milikilah Rasulullah dengan mantaati dan meneladaninya. Milikilah syafaat Al Qur’an dengan membaca(tilawah), merenungkan(tadabbur), menghafalkan(tahfidz), mengamalkan dan mendakwahkannya. Miliki dengan memberi.

Wallahu ‘alam bish showab

Ketika ku ungkapkan isi hatiku padanya…..


Akhi.. ana tidak mengira kalo akh akan melakukan hal seperti itu semalam. Begitu mudahnya… pernah dengar kisah syyidina Ali dan Fatimah?, ketika hati mereka diliputi cinta, mereka berusaha menyembunyikan rasa cinta itu didalam hati masing-masing sampai ajal datang, sekalipun mereka sudah suami istri. karena rasa cintanya yang begitu tinggi pada Allah..

Akhi.. ana sudah terlalu sering meminta agar kita menghentikan aktivitas ini.. mencegah dari berbagai hal yang akan timbul dikemudiannya. Awalnya ana tidak tahu akh menyimpan rasa itu tapi kemudian ana tahu dan ana tidak mau membahasnya bahkan ana berusaha untuk menghindar, agar kita tak membicarakan hal itu.. ana tidak mau menjadi duri dalam kehidupan akh, menjadi penghambat berbagai ibadah, menjadi penghambat hubungan dengan Allah..

Ketika rasa cinta itu terungkap, yang menjadi pertanyaan adalah dimana tarbiyah kita?? Dimana rasa ketaatan kita pada Allah berada?? Satu hal yang semestinya tidak terjadi dan belum saatnya.

Dalam waktu kurang dari satu tahun ini, semua sudah berubah.. teman-teman sibuk dengan urusan masing-masing. Disaat ana butuh perhatian, akh hadir dengan membawa begitu banyak perhatian tuk ana..ana anggap itu adalah perhatian seorang sahabat kepada sahabatnya, tidak lebih dari itu..

Kenapa beberapa hari ini ana berbeda, karena ana menagih janji akh pada ana dan juga pada Allah yang sempat akh ucapkan “ Demi Allah…”. Ana mencari satu waktu tuk bilang hal itu tadinya, sebelum akh mengutarakan isi hati akh semalam.. tapi terlambat…

Dan satu kesalahan terbesar ana adalah, kenapa ana sampai bisa memperdaya seorang ikhwan untuk lebih banyak mengingat ana dibanding mengingat Allah.. syetan pasti tertawa senang karena merasa berhasil menjerumuskan seorang ( atau bahkan bukan seorang ) aktivis da’wah..

Yah… pahamlah kita bahwa mencintai dan dicintai adalah fitrah setiap manusia, hanya saja bagaimana cara kita menempatkan rasa cinta yang semestinya..

Ana tidak marah dengan apa yang sudah terjadi, sekalipun kemarin-kemarin ana sempet kesel juga dengan akh.. syukron atas rasa cinta yang telah akh beri, biarlah Allah yang membalas rasa cinta itu dengan yang terbaik.. sekarang, bagaimana caranya kita bisa menata kembali hati-hati kita.. mengembalikan segalanya pada Allah semata..

takut untuk berda'wah

(Chat saya dengan salah seorang ustad, tentang fenomena takut untuk berdakwah)


dakwah tidak harus menuntut kita mengatakan semua yang kita ketahui

tapi dakwah menuntut kita mengatakan apa yang kita kerjakan

kalau kita tidak bisa mengatakannya maka

amal yang kita lakukan meski tidak dikatakan

adalah bahasa yang nyaring dalam berdakwah

orang akan lebih mudah terpengaruh

kalaupun kita mengatakan sesuatu yang tidak kita kerjakan

bersoalah itu sebagai amal sholeh dan motivasi agar suatu saat kita bisa mengerjakannya

karena ALLAH hanya marah kepada orang yang tidak mengerjakan apa yang dikatakan

dan tidak marah jika kita BELUM mengerjakan

maka itu mudah2an masih ada waktu untuk kita segera mengerjakan apa yang kita katakan






kalau lah bukan karena dakwah mungkin kemaksiatan antum bisa jadi lebih banyak

dakwah memaksa diri antum untuk mengurangi kemaksiatan yang antum lakukan

karena dakwah dan maksiat laksana air dan minyak

harus ada yang terusir

maka lakukan berbagai amal yang banyak untuk mengusir amal maksiat antum


"innal hasanaaat yudzhibnas sayyiat"

sesungguhnya maal baik itu akan mengusir amal buruk

jikalau antum sekarang melakukan maksiat

maka bukan meninggalkan dakwah

karena itulah yang diinginkan oleh setan

agar kita makin terpuruk

sehingga cahaya hidayah makin jauh

dari kita

yang antum lakukan justru adalah

menguatkan nilai2 dakwah

bergabunglah bersama orang sholeh

niscaya kebaikan jamaah kaan mnular keada antum

jangan biarkan diri antum sendirian kecuali untuk tidur

jika antum terjaga, carilah komunitas orang sholeh yang akan menjaga antum

Mamah, Bunda, Umi apapun namanya

Melihat paras nan teduh
suara sejuknya tegarkan diriku
betapa suka jiwa
nanda ceria hatiku bersamanya

Mencium aroma lezat
terbayang masakan tercipta nikmat
betapa suka jiwa
nanda ceria hatiku bersamanya

Bersama seorang wanita yang telah melahirkan nanda
Bersama seorang mamah, bunda, umi apapun namanya

Bersyukur kepada allah
bibir ini mengucap hamdallah
cintanya, kasihnya semuanya diberi dengan tulus

walaupun terkadang umi alfa
kadang iya juga suka marah-marah
tapi umi tetap yang terbaik bagi nanda selamanya

Belajar kepada Aidit dan Natsir


MUNGKIN tak sedikit di antara Anda yang pernah membaca atau mendengar persahabatan atau pertemanan unik antara Ketua Commitee Central (CC) PKI, D.N. Aidit, dengan Ketua Umum Partai Masyumi, M. Natsir.

Kedua tokoh terkemuka pada era pra-Orde Baru itu dikenal sebagai pemimpin tertinggi dua partai yang secara ideologis sangat berseberangan. Yaitu PKI yang beraliran komunis dan Masyumi yang dikenal sebagai Partai Islam modernis. Secara politik, sikap kedua partai ini juga kerap berbeda, bahkan bertabrakan.

Akan tetapi, sikap keduanya sering menjadi rujukan bagaimana seharusnya memupuk kedewasaan dalam berpolitik. Walaupun Aidit dan Natsir secara politik bisa dibilang bermusuhan, namun di luar urusan politik mereka tetap bisa menjalin tali silaturahmi. Dua tokoh itu dulu diketahui sering menjadi teman ngerumpi di kafe DPR, sembari minum kopi bersama. Ini biasa mereka lakukan pada waktu senggang, di sela-sela agenda persidangan DPR yang justru mempertemukan mereka sebagai musuh politik bebuyutan.

Apa yang dilakukan Pak Natsir dan Pak Aidit di kantin DPR tadi sangat manusiawi dan justru mencerminkan kedewasaan dalam berpolitik. Manusiawi, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu ingin bertegur sapa atau menjalin silaturahmi dengan sesamanya. Sedangkan disebut dewasa karena keduanya dapat mempraktekkan etika politik yang tinggi atau beradab: yakni bahwa perbedaan sikap atau pilihan politik mestinya tidak harus menjadikan para pelakunya bermusuhan dalam segala bidang kehidupan.

Teladan itulah yang harusnya dapat kita petik dari mereka. Apalagi jika kita sudah mengamini bahwa demokrasi merupakan tatanan final yang harus dijalani oleh bangsa dan negara kita, maka teladan Aidit dan Natsir tadi lebih kental letak pentingnya. Karena demokrasi, suka atau tidak, selalu meniscayakan adanya perbedaan pilihan politik atau ideologi. Tanpa kedewasaan dalam menyikapi perbedaan sikap atau pilihan politik, maka demokrasi dapat berujung pada kekerasan, seperti bisa kita lihat dalam fenomena yang menyertai praktek demokrasi di beberapa negara seperti India, Filipina, atau Pakistan.

Kekerasan tadi sejatinya berlawanan dengan hakekat dan tujuan demokrasi. Karena justru sebetulnya salah satu tujuan demokrasi ialah mengakomodasi perbedaan-perbedaan pilihan politik di tengah masyarakat melalui mekanisme perwakilan. Perbedaan sikap atau pilihan politik yang sebelumnya meletup menjadi konflik di jalanan, yang rentan menjadi ledakan kekerasan horizontal, ditransformasikan menjadi perdebatan atau tarik menarik kepentingan melalui sidang-sidang parlemen.

Dengan demikian, salah satu fungsi sistem perwakilan yang menyertai demokrasi, adalah dalam rangka mengendalikan potensi konflik di tengah masyarakat. Demokrasi memungkinkan aspirasi publik yang berbeda-beda tadi ditata sedemikian rupa dan disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Fenomena Awam


Melihat para tokoh atau pemimpin partai yang bermusuhan secara politik tapi dapat akrab bertemu sebagai sesama dua anak manusia atau warga bangsa, seperti diperlihatkan Aidit atau Natsir tadi, kadang-kadang masih sulit dimengerti masyarakat awam. Sebagian masyarakat pendukung partai tersebut, terutama di lapisan bawah yang sangat militan tapi kurang terdidik, sering bingung dan bertanya-tanya sendiri: misalnya, kok Aidit yang komunis bisa rukun dengan Pak Natsir yang antikomunis? Mereka menganggap bahwa dua tokoh politik yang berseberangan sepertinya harus tetap bermusuhan di luar urusan politik.

Massa pendukung sering curiga bahwa pertemuan dua tokoh politik berbeda pasti ada apa-apanya, atau memiliki “deal-deal” politik tersendiri. Kecurigaan serupa baru-baru ini juga ditujukan kepada saya pribadi, tatkala saya menghadiri acara buka bersama yang digelar oleh Menpora Andi Mallarangeng, di Kantor Menpora yang bertetangga dengan Gedung DPR. Saya sendiri sebetulnya tak terlalu suka mendatangi acara ramai-ramai macam buka bersama. Ini karena pada dasarnya saya kadang agak introvert alias “kurang gaul” istilah anak-anak sekarang.

Namun karena diminta menemani rekan sekantor, terlebih hanya berjalan kaki untuk menuju lokasi, saya pun ikut datang. Kebetulan Menpora Andi Mallarangeng adalah kakak kelas saya di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ,UGM. Saya sendiri sudah kenal Mas Andi, sejak saya masih wartawan dan Mas Andi belum menjadi menteri. Jadi kedatangan saya semata-mata silaturahmi belaka. Tak ada kaitannya untuk “membebek” kepada pemerintah atau SBY sebagaimana dituduhkan salah satu kawan Facebooker saya yang anti-pemerintah tadi.

Sepulang dari buka bersama, tak ada perubahan sikap politik apa pun pada diri saya. Karena memang tak ada “deal-deal” atau lobi politik yang dilakukan. Bahkan, karena saking banyaknya undangan, saya malah tak sempat berbincang dengan Pak Menteri, kecuali sekadar salaman dan “say hello.”

Hatta, Hamka, dan Bung Karno

Apa yang saya lakukan tadi, dilihat dari segi politik sebetulnya biasa saja. Jika pun bisa disebut membebek, maka saya membebek kepada teladan para bapak bangsa, seperti Natsir, Bung Hatta, juga ulama terkemuka, Buya Hamka.

Mungkin kasusnya tidak se-ekstrem pertemanan Natsir dan Aidit, akan tetapi kisah Hatta dan Bung Karno juga menunjukkan kualitas etika politik yang tinggi. Walaupun Hatta mundur dari posisi sebagai wapres karena kecewa dengan kebijakan Bung Karno menerapkan demokrasi terpimpin, namun di luar urusan kenegaraan, Hatta tetap menjadi sahabat dan rekan “curhat” Bung Karno. Bahkan ketika Bung Karno jatuh dari kekuasaan dan menjadi tahanan rezim Orde Baru-Soeharto, Hattalah salah satu orang yang paling perhatian dan rajin membezuk Bung Karno.

Demikian pula dengan sikap Buya Hamka. Ulama sekaligus sastrawan terkemuka ini pernah dijebloskan ke dalam penjara oleh Bung Karno, karena mengkritik demokrasi terpimpin dan kedekatan Bung Karno dengan PKI. Akan tetapi, ketika Bung Karno meninggal, Hamkalah yang menjadi imam salat jenazah bagi Bung Karno.
Banyak kalangan anti-Bung Karno yang meminta Hamka agar tidak menyalatkan Bung Karno saat itu. Tetapi desakan itu tidak dikabulkan Hamka. Dan Hamka tetap pada pilihannya untuk menyalatkan Bung Karno, karena disalatkan saat meninggal dunia adalah salah satu hak seorang Muslim yang harus ditunaikan oleh sesama Muslim lainnya yang masih hidup.Karena sampai meninggalnya Bung Karno tetap Muslim, maka tak ada alasan untuk tidak menyalatkannya.

Tindakan Hamka ini juga memperlihatkan mutu adab berpolitik yang sangat tinggi. Pemenjaraan kepada dirinya oleh rezim Soekarno tidak menimbulkan dendam pada diri Hamka, sehingga tidak menghalanginya untuk tetap berpikir jernih. Perselisihan politiknya dengan Bung Karno tidak membuat ulama besar dari Sumatera Barat ini melupakan kewajibannya sebagai sesama Muslim kepada almarhum Bung Karno, yakni menyalatkan dan mendoakan ketika yang bersangkutan tiba saatnya dipanggil kembali ke pangkuan Ilahi.

Demikianlah sebagian pelajaran yang bisa kita petik dari para pendahulu bangsa kita. Menjadi tugas kita sebagai generasi penerus untuk mengambil yang baik dan mengesampingkan yang buruk. Dan salah satu yang baik untuk diteruskan adalah teladan bahwa perbedaan sikap atau pilihan politik tidak seharusnya menghalangi kita untuk tetap merajut tali silaturahmi, saling menghormati, bahkan juga mendoakan yang terbaik bagi mereka yang berbeda pilihan dengan diri kita. []